Masyarakat Tolak Aktivitas Tambang Dilaut Batu Beriga
PT Timah berencana memulai aktivitas
tambang laut di Desa Batu Beriga, Kecamatan Lubuk Besar, Kabupaten Bangka
Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, pada 14 Oktober 2024. Tambang ini
akan menggunakan 65 Ponton Isap Produksi (PIP) yang dioperasikan oleh 13
perusahaan CV. PT. Timah menjelaskan bahwa rencana operasi produksi di Laut
Beriga telah mendapatkan izin usaha jasa pertambangan (IUP) DU -1584 yang
diterbitkan pada 8 April 2010, serta berdasarkan Perda No 3 Tahun 2020. Operasi
penambangan PIP direncanakan dengan Life of Mine (LOM) selama tiga tahun, dan
diperkirakan dapat menghasilkan sekitar 4.000 TonSn. Manajemen PT. Timah
menyatakan bahwa setiap ponton akan diisi oleh lima orang pekerja, di mana
setiap ponton akan melibatkan pekerja yang merupakan warga asli Beriga. Selain
itu, dampak dari aktivitas penambangan akan dikelola dan diinformasikan secara
transparan kepada masyarakat. PT. Timah juga melaporkan total realisasi program
CSR di Batu Beriga untuk tahun 2023-2024 sebesar Rp906.500.000, serta rencana
CSR ke depan yang akan fokus pada pengembangan budidaya rumput laut dan garam
di wilayah Beriga.
Namun, hingga saat ini, masih banyak
masyarakat setempat yang menyatakan penolakan terhadap aktivitas tambang
tersebut. Alasan warga desa Batu Beriga menolak penambangan laut karena laut
merupakan tempat mata pencaharian masyarakat setempat, baik sebagai nelayan
maupun sebagai pembeli hasil ikan, dan hasil yang diperoleh kemudian digunakan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya pendidikan.. Bagi mereka, laut
adalah warisan leluhur yang harus dijaga dan dilestarikan agar nanti para
keturunananya bisa merasakan laut di Batu Beriga. Jika ponton hisap produksi
masuk dan menyebar di perairan Pantai Batu Beriga, maka kondisi lautnya akan
menjadi berbeda dari sebelumnya dan lama kelamaan akan rusak.
Menurut Berku, mayoritas masyarakat Batu
Beriga menolak kehadiran pertambangan jenis apapun di laut mereka. Pasalnya,
sebagian besar, bahkan 80 persen masyarakat Batu Beriga menggantungkan hidupnya
dari hasil laut. "Akan tetapi, ada data katanya ada 750 KK yang setuju,
cuma kami tidak tahu yang setuju itu yang mana," jelasnya. Padahal kata
dia, jumlah masyarkat Desa Batu Beriga saat ini hanya sekitar 600-an lebih KK
saja. "Enggak ada mereka (pihak CV) ketemu sama kami, cuma ada kabar 750
KK itu setuju, sedangkan se-Batu Beriga ini jumlah KK hanya 600-an lebih.
Berarti itu kan datanya bisa jadi penipuan, karena kami tanya siapa
nama-namanya, tapi enggak dikasih," ungkapnya.
Warga juga mengaku menolak tambang timah
di laut desa mereka sejak lama, meski PT Timah Tbk mengantongi izin. Salah satu
warga, Jamil mengatakan masyarakat Batu Beriga yang disebutkan banyak setuju
penambangan tersebut adalah bohong. "Memang ada masyarakat yang setuju
tetapi sangat kecil, sebagian besar menolak tambang di laut Desa Batu
Beriga," ujar Jamil. Warga lainnya menyebutkan, sesuai UU No 27 2007,
pemerintah mengakui masyarakat adat dan wilayah pesisir. Sehingga, warga Desa
Batu Beriga memiliki hak untuk mempertahankan laut di tempat mereka mencari
nafkah.
Menyikapi persoalan tersebut, Kapolres
Bangka Tengah, AKBP Aditya Pradana Nugraha menyatakan, pihak kepolisian akan
terus berupaya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat agar tetap kondusif
di tengah situasi ini. Dijelaskannya, kedudukan Polres Bangka Tengah dalam hal
ini berperan memberikan pengamanan terhadap kegiatan pemerintah, masyarakat,
lembaga (BUMN) dan lainnya. "Karena ini PT Timah secara perizinan lengkap,
justru yang harus kita berantas adalah (tambang) ilegal, jangan
kebalikannya," katanya, Jumat (11/10/2024). Dia menegaskan, jangan sampai
aktivitas tambang timah ilegal didukung, sementara yang sudah berizin dan legal
malah kebalikannya, atau ditolak. Justru dengan mendukung tambang timah legal
banyak yang bisa didapatkan manfaatnya untuk masyarakat, seperti pemasukan
daerah dan CSR sehingga perekonomian dapat terbantu.
PT
Timah Tbk sendiri akan tetap melakukan pertambangan timah di Laut Desa Batu Beriga, Kabupaten Bangka Tengah.
Aktivitas tambang itu dilakukan di tengah arus penolakan warga Desa Batu
Beriga. Warga menginginkan laut tempat nelayan mencari nafkah tetap lestari.
General Manager Operasi dan Produksi PT Timah Tbk Rian Andri memastikan
penambangan akan dilakukan karena perusahaan sudah mengantongi Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Pihaknya telah memiliki rekomendasi Amdal
untuk melakukan aktivitas pertambangan di Laut Batu Beriga. "Untuk Amdal
laut kita ada karena sampai sekarang kita masih menambang, ada kapal keruk
maupun kapal isap," tuturnya.
Menyikapi isu yang beredar, ketua
sementara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bangka Belitung, Didit
Srigusjaya, menyoroti adanya aksi penolakan yang dilakukan warga Desa Batu
Beriga, Kabupaten Bangka Tengah (Bateng) terkait rencana pertambangan oleh PT
Timah, Senin (21/10/2024). Didit menyatakan, pihaknya telah membentuk Panitia
Khusus (Pansus) Pembahasan Kawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
Pembentukan Pansus ini dilakukan untuk menghindari adanya benturan atau gesekan
antara pihak perusahaan dengan masyarakat setempat yang menolak aktivitas
tambang.
Disisi lain, Plt. Bupati Bangka Tengah,
Era Susanto, mengemukakan tiga poin penting, yaitu apa yang dapat diberikan
oleh PT. Timah kepada masyarakat Batu Beriga, bahwa Pemerintah Bangka Tengah
tidak memiliki kewenangan untuk melarang aktivitas PT. Timah di Beriga, serta
harapannya agar tidak terjadi konflik. “PT. Timah seharusnya menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat yang menolak dan mempertimbangkan
apa yang dapat ditawarkan kepada warga Desa Beriga,” tuturnya. Ia menegaskan
bahwa Pemkab tidak memiliki hak untuk melarang, karena urusan pertambangan
merupakan kewenangan provinsi dan pusat. Kita tidak memiliki Dinas
Pertambangan, sehingga kami hanya dapat mengikuti perkembangan yang ada dan
tidak memiliki wewenang untuk melarang. Kami berupaya menawarkan kerja sama
strategis kepada masyarakat. Selain itu, saya berharap agar tidak terjadi
konflik, yang merupakan harapan kita semua, baik dari pemerintah daerah maupun
aparat dan pihak lainnya, karena yang berhadapan langsung dengan kita adalah
masyarakat, jelasnya. Jika tawaran dari PT. Timah menarik, masyarakat pasti
akan setuju, namun jika tawarannya tidak memadai, maka masalah ini tidak akan
pernah teratasi, tambahnya.