Kasus Korupsi Komoditas Timah di Provinsi Bangka Belitung Berdampak pada Perekonomian Masyarakat
Baru-baru ini, Bangka
Belitung di hebohkan dengan berita dugaan korupsi komoditas timah.
Terjadinya dugaan kasus korupsi tata niaga timah di Provinsi Bangka Belitung
terutama di Bangka Tengah ini telah di usut oleh Kejaksaan agung. Upaya Kejaksaan
Agung mengusut skandal korupsi tata niaga komoditas timah di Bangka Belitung
seharusnya tak berhenti pada keterlibatan bekas anggota direksi PT Timah Tbk
dan sejumlah pengusaha, seperti Tamron Tamsil. Penanganan perkara ini mesti
membongkar beking penikmat hasil tambang ilegal yang menimbulkan kerugian
lingkungan bernilai Rp 271 triliun itu. Dugaan adanya orang berpengaruh dalam
kasus ini muncul setelah Kejaksaan menangkap Suparta dan Reza Andriansyah,
keduanya anggota direksi PT Refined Bangka Tin (RBT). Berdasarkan alat bukti
yang diperoleh, penyidik meyakini Suparta dan Reza aktif menginisiasi rapat
dengan pihak PT Timah agar mau menampung bijih timah dari sejumlah perusahaan
yang menambang secara ilegal di wilayah PT Timah. PT RBT disebut berkaitan
dengan Robert Priantono Bonosusatya, pengusaha timah yang dekat dengan banyak
pejabat kepolisian.
Kecurigaan bahwa pebisnis ini membekingi
penambangan liar tergambar dari informasi Ketua Dewan Perwakilan Daerah AA La
Nyalla Mahmud Mattalitti. Menelusuri sengkarut perdagangan timah di Bangka
Belitung pada 2019, ia menerima laporan dari 27 pemilik smelter yang operasinya
dihentikan oleh kepolisian karena aktivitas mereka dianggap ilegal. Para
pengusaha smelter itu sebelumnya dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal
Kepolisian RI. Puluhan perusahaan itu lantas diminta menjual mineral mentah ke
PT Timah. Anehnya, PT Timah justru menunjuk lima smelter menjadi mitra,
termasuk PT RBT. Pertalian antara aparat dan pengusaha beking tambang
ilegal tak sekadar menguntungkan mereka secara finansial. Institusi penegak
hukum bahkan memberikan "perlindungan" bagi pihak yang seharusnya
diproses hukum. Dalam perkara tambang timah ilegal di Bangka Belitung,
pengusaha kuat yang diduga terlibat belum tersentuh proses hukum.
Kejaksaan Agung memang sudah menetapkan 14 tersangka dalam penanganan perkara korupsi tata niaga timah di Bangka Belitung ini. Meski begitu, Kejaksaan Agung harus berani menyeret pebisnis tambang berpengaruh yang selama ini menyokong serta meraup untung dari aktivitas tambang ilegal, bukan sekadar menjerat tersangka di level manajemen dan pengusaha yang korporasinya cuma dijadikan boneka. Penangkapan Suparta dan Reza serta belasan tersangka lain semestinya menjadi pintu masuk untuk mengungkap peran dan keterlibatan para beking. Dugaan kongkalikong antara pebisnis dan berbagai pihak untuk melindungi aktivitas tambang ilegal harus diselisik, termasuk membuka kemungkinan adanya persekongkolan koruptif antara pengusaha dan aparat penegak hukum. Kalau memang ditemukan bukti yang kuat, Kejaksaan Agung tak boleh gentar mengusut dan menyeret siapa pun yang terlibat perkara perizinan tambang timah ini.
Praktik beking yang dijalankan pengusaha
berpengaruh dengan menggaet pejabat negara dan penegak hukum sudah lama
menghambat terselenggaranya pemerintahan yang bersih. Dalam soal tambang
ilegal, membiarkan beking tambang tak terjamah hukum merupakan awal kerusakan
lingkungan lebih besar. Pengusaha serakah, bekerja sama dengan pejabat dan
aparat korup, mengeksploitasi sumber daya alam secara ugal-ugalan.
Bisa
di lihat dari berita yang di usutkan oleh Kejaksaan Agung di atas, bahwa
korupsi tambang ilegal ini menimbulkan kerugian lingkungan bernilai Rp 271
triliun dan hal tersebut berdampak pada perekonomian masyarakat terutama
masyarakat Kabupaten Bangka Tengah (Bateng). Pasalnya, komoditas timah masih menjadi
salah satu tumpuan perekonomian masyarakat. Masyarakat yang bekerja secara
langsung maupun tidak langsung terhadap aktivitas penambangan timah harus
merasakan dampak, salah satunya kesulitan menjual bijih timah. Bupati Bangka
Tengah, Algafry Rahman saat diwawancarai wartabangka.id mengatakan, kasus tata
niaga timah yang saat ini sedang diusut Korps Adhyaksa memang cukup
mempengaruhi perekonomian warga. “Kami Pemkab Bangka Tengah sejujurnya mengakui
saat ini kondisi masyarakat memang perlu perhatian kita bersama.
Setidak-tidaknya kasus penyelidikan tata niaga timah ini memang ada pengaruhnya
secara langsung terhadap perekonomian masyarakat, karena salah satu tumpuan
masyarakat ini adalah timah,” kata Algafry, Kamis (1/2/2024).
Algafry mengungkapkan, pihaknya saat ini
sudah melakukan beberapa upaya, guna meringankan beban masyarakat. “Tetapi,
beberapa upaya sudah kita lakukan, diantaranya kita sudah menyampaikan kepada 3
OPD untuk segera melakukan kegiatan yang sifatnya membantu masyarakat, seperti
Disperindagkop Bangka Tengah, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Bangka
Tengah, kemudian Dinas Sosial-PMD Bangka Tengah,” ungkapnya. Ia menjelaskan,
ketiga OPD tersebut sudah diminta untuk merealisasikan bantuan atau program
yang bisa memberikan dukungan kepada masyarakat, agar bisa meningkatkan
perekonomian warga. “Jadi, ada beberapa
yang sudah kita lakukan, diantaranya memberikan distribusi beras 10 kg kepada
6.801 masyarakat Bateng dari dari program CBP. Kemudian, dinsos juga berupaya
melalui kegiatan sosial, dan dari disperindagkop juga ada giat pasar murah, semoga
ini bisa membantu warga,” tutupnya